Mata Kuliah : Agroklimatologi
Dosen : Mr. Rifqi Ahmad Fauzi
Oleh : Casdi
ANOMALI IKLIM DI WILAYAH INDONESIA
Penyimpangan iklim (
El-Nino, dan La-Nina ) merupakan fenomena metereologi yang berdampak besar
terhadap pertanian. Indonesia yang merupakan wilayah yang termasuk sangat
rentan terhadap kenaikan tinggi muka
laut akibat naiknya suhu global. Menurut Fagi et al 2002 Jawa Tengah
merupakan wilayah defisit air yang harus diwaspadai menjelang kedatangan El
Nino yang dimanalahan tersebut terdiri atas lahan sawah irigasi, tadah hujan,
dan lahan kering. Dan diikuti oleh propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur.
Menurut Mosher dalam Mubyarto ( 1989 ), syarat mutlak
yang memungkinan terjadinya pembangunan pertanian, antara lain adalah : (1)
adanya teknologi yang senantiasa berkembang (2) tersedianya bahan-bahan dan
alat –alat produksi secara lokal, dan (3) adanya perangsang produksi bagi
petani.
Penentuan strategi penanganan dampak anomali iklim harus
didasarkan pada empat hal (Perhimpi, 1995 dalam
Boer, 1999 ) yaitu: (1) mengetahui dengan baik tingkat kerentanan daerah
terhadap penyimpagan iklim, (2) mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam
mengantisipasi dan pengendalian dampak, (3) mengetahui upaya dan teknologi
utama atau alternatif yang tersedia untuk antisipasi dan pengendalian dampak,
(4) serta mengetahui dengan tepat teknologi yang akan digunakan di wilayaha sasaran.
Makalah ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi antisipasi dan pengendalian pada
tingkat petani sehingga dapat memberikan arahan kebijakan untuk membantu petani
dalam melakuka antisipasi terhadap perubahan iklim yang ekstrim dan
pengendalian dampak yang tepat.
Pembangunan merupakan proses perbaikan kualitas yang
meliputi tiga aspek penting yaitu (1) peningkatan standar hidup setiap orang
melalui proses – proses pertumbuhan ekonomi yang relevan, (2) penciptaan
berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhya rasa percaya diri setiap orang, (3)
peningkatan kebebasan setiap orang melalui perluasan jangkauan pilihan mereka.
Upaya – upaya yang dilakukan dalam pengendalian dampak El
– Nino antara lain adalah intensifikasi pola pergiliran tanaman, pengendalian
varietas, penggantian jenis tanaman, merubah jadwal tanam dan penggunaan pompa
air. Kecuali penggunaan pompa air, upaya – upaya yang dilakukan untuk
mengendalikan dampak La – Nina sama dengan yang dulakukan untuk mengendalikan
dampak El – Nino.
Pada dasarnya hasil yang diperolah petani dan peternak
dipengaruhi oleh dua faktor, faktor internal yang dapat dikendalikan, dan
faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Dalam pengambilan keputusan para petani dalam
mengantisipasi dampak anomali iklim dapat dikelompokkan menjadi : (45%)
didasarkan pada musyawarah kelompok, (25%) mengambil tindakan berdasarkan
konsultasi penyuluh, (30%) berdasarkan inisiatif sendiri dan biasanya terjadi
pasa lahan – lahan yang terisolir.
Serta lama pengambilan keputusan dalam tindakan perventif
dapat dikelompokkan menjadi : paling lama adalah 1 bulan (12%), relatif cepat
yaitu 2 minggu (40%), dan 1 minggu (24%), tindakan secepatnya (10%). Respon petani dalam dampak perubahan iklim sekitar 40%
petani responden menyatakan penyimpangan iklim sangat mengganggu, sekitar 45%
menyatakan sedikit terganggu, dan sekitar 5% menyatakan tidak terganggu.
Dampak dari adanya perubahan iklim pada responden antara
lain 24% responden mengalami penurunan produksi, 23% harus menunda jadwal
tanam, 17.7% mengalami kesulitan air, dan 13.8% petani meningkat biaya
pengairannya. Dan sisanya masalah lain – lain.
Menurut Fagi et al (2003),
secara konseptual upaya pengantisipasian anomaly iklim dapat diuraikan menjadi
tiga pendekatan, yaitu : Pendekatan Strategis,
yaitu mengidentifikasi wilayah rawan kekeringan dan banjir, endemic hama
dan penyakit tanaman padi bedasarkan karakter biofisik suatu ekosistem, Pendekatan Taktis, yaitu mengembangkan teknik
prediksi, dan Pendekatan Operasional, yaitu
upaya menghindari, mengurangi, dan menanggulangi resiko bencana dan dampak
anomali iklim terhadap produksi tani, fungsi pemerintah sebagai faslitator, dan
regulator insentif berupa perbaikan fasilitas, mencakup sarana, prasarana, dan
regulasi yang mendukung usaha tani akan sangat dihargai oleh masyarakat petani.